"Siapa yah?" dalam hati aku bertanya.
aku masih berjalan menuju kerumah. sesampenya di rumah, ada lelaki dam wanita dan anaknya. kira-kira umurnya 3 tahun.
"Ada apa pak?" aku bertanya pada orang tersebut.
"Maaf Dok mengganggu..., Anak saya ini minum minyak tanah.. "
.....
Kejadian tersebut (Pasien Minum(tanpa sengaja) Minyak Tanah) sering dialami oleh dokter. untuk itu, aku mencoba mencari beberapa artikel yang berkaitan dengan Intoksikasi Minyak tanah, sebagai panduan praktis dokter praktek.
Karakteristik Minyak Tanah :
Minyak tanah (kerosene) merupakan cairan bahan bakar yang jernih, tidak berwarna, tidak larut dalam air, berbau, dan mudah terbakar. Termasuk dalam golongan petrolium terdistilasi hidrokarbon. Memiliki berat jenis 0,79. Titik didih 163oC – 204oC, titik beku –54oC.
Efek Toksik Minyak Tanah
Efek pada paparan akut minyak tanah :
Kontak kulit : kering, dapat iritasi, menyebabkan rash
Absorbsi kulit : jarang
Kontak mata : iritasi, dapat menyebabkan kerusakan permanen
Inhalasi : iritasi, sakit kepala, pusing, mengantuk, intoksikasi
Ingesti : sakit kepala, pusing, mengantuk, intoksikasi
Efek pada paparan kronis minyak tanah :
Secara umum : kulit pecah-pecah, dermatitis, kerusakan hepar/kelenjar adrenal/ginjal, dan abnormalitas eritrosit
Karsinogenik : terlihat pada studi eksperimental pada tikus. Pada manusia tidak ada data yang tercatat
Sistem reproduksi : tidak ada data yang tercatat
Insiden Intoksikasi Minyak Tanah :
Terutama pada anak-anak <> daerah pedesaan
Pria > wanita
Umumnya terjadi karena kelalaian orang tua
Patofisiologi :
Efek toksis terpenting dari minyak tanah adalah pneumonitis aspirasi. Studi pada binatang menunjukkan toksisitas pada paru > 140 x dibanding pada saluran pencernaan. Aspirasi umumnya terjadi akibat penderita batuk atau muntah. Akibat viskositas yang rendah dan tekanan permukaan, aspirat dapat segera menyebar secara luas pada paru. Penyebaran melalui penetrasi pada membran mukosa, merusak epithel jalan napas, septa alveoli, dan menurunkan jumlah surfactan sehingga memicu terjadinya perdarahan, edema paru, ataupun kolaps pada paru. Jumlah <>
Tanda / Gejala Klinis :
Gejala dan tanda klinis utamanya berhubungan dengan saluran napas, pencernaan, dan CNS. Awalnya penderita akan segera batuk, tersedak, dan mungkin muntah, meskipun jumlah yang tertelan hanya sedikit. Sianosis, distress pernapasan, panas badan, dan batuk persisten dapat terjadi kemudian. Pada anak yang lebih besar mungkin mengeluh rasa panas pada lambung dan muntah secara spontan. Gejala CNS termasuk lethargi, koma, dan konvulsi.
Pada kasus yang gawat, pembesaran jantung, atrial fibrilasi, dan fatal ventrikular fibrilasi dapat terjadi. Kerusakan ginjal dan sumsum tulang juga pernah dilaporkan. Gejala lain seperti bronchopneumonia, efusi pleura, pneumatocele, pneumomediastinum, pneumothorax, dan subcutaneus emphysema.
Tanda lain seperti rash pada kulit dan dermatitis bila terjadi paparan pada kulit. Sedangkan pada mata akan terjadi tanda-tanda iritasi pada mata hingga kerusakan permanen mata.
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium : darah rutin, urine rutin, RFT, LFT, dan BGA
Radiologis : foto thorax. Terbaik 1,5 – 2 jam setelah paparan. Penderita dengan pneumonia umumnya akan tampak di foto pada 6 – 18 jam, namun pernah juga dilaporkan baru tampak setelah 24 jam.
Prognostic Score :
Dilakukan sebagai panduan dalam terapi dan menentukan prognosis penderita. Parameter yang diambil adalah panas badan, malnutrisi berat, distress respirasi, dan gejala neurologis.
Parameter Temuan Klinis Poin
(-) 0
(+) 1
(-) 0
(+) 1
(-) 0
(+) tanpa sianosis 2
(+) dengan sianosis 4
(-) 0
(+) tanpa konvulsi 2
(+) dengan konvulsi 4
Prognostic Score = (poin dari panas) + (poin dari malnutrisi) + (poin dari distress pernapasan) + (poin dari gejala neurologis)
Interpretasi :
Skor minimum = 0
Skor maksimum = 10
Skor > 4 berhubungan dengan lamanya MRS dan komplikasi
Skor > 8 berhubungan dengan peningkatan resiko kematian; skor <>
Penatalaksanaan :
Monitor sistem respirasi
Inhalasi oksigen
Nebulisasi dengan Salbutamol : bila mulai timbul gangguan napas
Antibiotika : bila telah timbul infeksi, tidak dianjurkan sebagai profilaksis
Hidrokortison : dulu direkomendasikan, sekarang jarang dilakukan
Kumbah lambung dan charcoal aktif (arang): beberapa literatur menolak penatalaksanaan dengan kumbah lambung, dengan alasan dapat menyebabkan aspirasi dan kerusakan paru. Sedangkan literatur lain memperbolehkannya, utamanya bila jumlah yang ditelan cukup banyak, karena dikhawatirkan terjadi penguapan dari lambung ke paru.
Antasida : untuk mencegah iritasi mukosa lambung
Pemberian susu atau bahan dilusi lain
Anus dan perineum harus dibersihkan secepatnya untuk mencegah iritasi (skin burn) sekunder
Bila terjadi gagal napas, dapat dilakukan ventilasi mekanik (Positive End – Expiratory Pressure – PEEP)
0 Komen penuh makna..:
Posting Komentar