Disebuah Minggu sore yang cukup cerah di sebuah desa yang namanya Arara di Maluku tengah. 3 bulan pertama aku di temat tugasku yang sangat terpencil. Blom Sempat terangkat jadi dokter PTT, Masih Stuck sebagai dokter Perusahaan.
Aku lagi duduk-duduk didepan teras rumah dinas. Rumah dinas??? Wah tampaknya lebih tepat kalo dibilang “gubuk dinas” yang disediakan Perusahaan. Sambil membayangkan indahnya pulang ke Jawa. Mudik, ketemu saudara-saudara, teman-teman… pokoknya asiik.Lagi enak-enaknya bergumam sendiri, tiba-tiba di luar pagar ada 2 manusia, usia 25 tahunan, pake celana kolor, kaos tanpa lengan, rambut jarang yang lurus, matanya sedikit melotot, kulit item menceritakan kalo dia setiap hari tersengat matahari. Yang satu agak tinggi, besar, dan yang satunya pendek, badannya lebih kecil, keduanya karyawan Ni****, Sebuah perusahaan Raksasa di jepang yang bergerak di sector pertanian dan perikanan yang mempunyai anak cabang tersebar di banyak penjuru dunia.
“Selamat sore Pak Dok!” sapa salah satu dari mereka yang agak tinggi.
“Iya,
“ Mau minta obat, badan saya pegal-pegal, sakit.” Lanjutnya.
Dalam hati aku mengerutu,… “ Ini orang gak tau baca tulis apa???... sudah ada tulisan jelas di depan rumah ‘HARI MINGGU/ HARI BESAR : TUTUP’… masih saja cari penyakit.” Setelah berpikir secara singkat dan cepat, aku lihat kasian juga.. akhirnya aku melayani mereka dengan setengah ikhlas.
“ Ya sudah mari ke klinik.” Ajakku, sambil berjalan ke bangunan disamping rumah.
Aku membuka pintu depan klinik, kemudian berjalan masuk, aku tidak menuju ruang periksa, tapi langsung ke kamar obat. Dua orang tadi mengikutiku dari belakang. Lampu ruangan aku nyalakan. Aku mulai duduk, dan mencoba anamnesis.
“ Sakit knapa badannya? ” aku bertanya pada orang yang besar, yang tadi mengeluh badannya sakit. Tapi, tiba-tiba tanpa ditanya si kecil langsung bersuara dengan logat khas Malukunya..
“ Beta sakit jua, lae..”
“ Boss, periksa ke dokter kok kaya beli ikan saja… Satu-satu… Gantian…”
Dia terdiam. Aku lanjutkan Anamnesis dan pemeriksaan, setelah aku kasih obat, kemudian aku memeriksa si kecil tadi. Aku anamnesis, Dia bercerita tentang sakitnya juga, aku periksa… tak tuk tak tuk…oh aku simpulkan beliau sakit trus aku kasih obat. Selesai.
Tidak cukup sampai disitu, sebelum keluar dari ruangan, Si orang yang besar tadi tiba-tiba ngomong,
“ Pak dok, Dia pung anak sakit jua” sambil menunjuk si kecil, “Mau minta obat sekalian boleh?”
“ Boleh saja, sekarang mana anaknya?” jawabku.
“
Lho gimana ini orang kok lucu banget, dalam hati aku terpingkal-pingkal sambil sedikit sebel. Rasa-rasanya pengen mengumpat juga, Tapi aku mencoba tetep sabar. Langsung saja aku tanggepin… sekalian di kasih sedikit pelajaran…
“ Mana KTPnya? Namanya siapa?” sambil aku Minta KTP-nya, dan aku baca-baca.
Dia menjeawab dan menyebutkan sebuah nama. aku nggak begitu mendengar… aku mencoba menebak…
“ Anak nomer dua yah? Umurnya b’rapa sekarang?”
“ Tiga tahun” jawabnya dengan percaya diri. Saat itu aku belum melepas stetoskop, masih melingkar di leher. Belum aku lakukan anamnesis, aku langsung memasang kembali stetoskop-ku ke telinga. Tanpa pikir panjang aku langsung menepelkan stetoskop ke KTP, aku bergaya sok serius “meng-auskultasi KTP” tadi..
“Oh, mencret yah??Jangan dikasih makanan pedas dulu!! ” aku menebak dengan sok serius. Hehehe…dalam hati aku berkata Kena kau…!! Haha… dalam hatinya juga mungkin orang tersebut mikir ‘ini Dokter Gila kali yah….
Setelah selesai “mendengarkan KTP” aku mencoba mencairkan suasana sambil menasehati dengan sok bijak…
“ Pak,… Anak bapak sakit
Dia mengangguk-angguk sambil senyum-senyum, kemudian keluar dan pulang.
lucu banget pak cerita nya.. saya baru tahu ternyata profesi dokter banyak tantanngannya juga yah
BalasHapus