Balada Remote Area

Bekerja di Sebuah perusahaan yang manejemannya masih amburadul dan lokasi sangat terpencil emang kadang bikin nyesek. Semua departemen berjalan sendiri-sendiri. Nggak pake koordinasi. Masing-masing bikin aturan main. Jarang ada meeting, Kalopun ada nggak pernah nyinggung bidang saya. Jangankan rapat, di ajak diskusi saja saya juarang sekali. Setahun paling satu dua kali. Tapi giliran ada kerjaan yang sedikit nyangkut tentang kata "sehat" pasti diberi seat paling depan.

Namanya perusahaan makanan. Sudah tahu buyer-nya rewel, pengennya produk yang dikonsumsi higienis. nggak terkontaminasi penyakit, Kok ya mempekerjakan karyawan pengolah makanan tanpa surat keterangan sehat. Dasar pemikiran versi beta, unstable, nggak pernah di update. Giliran buyer komplain, baru deh kalang kabut, suruh cek satu persatu karyawannya. nge Lab, Foto Ronsen dll. Dipikirnya dokternya mantan tukang foto juga. Jelas-jelas akan dipekerjakan ditengah hutan kok persiapan nggak matang. Dasar beta version.


Setahu mereka, dokter itu serba Tahu dan bertanggung jawab semua-semua tentang kesehatan. Lalu kalo kerjaan buanyak dan dokternya sampai sakit siapa yang akan bertanggung jawab. Mereka Mikir sampai kesitu nggak yah?? *jawabannya emang gue pikirin*

Penat dan nyesek mikir ulah para boz kadang ngeblend dengan kisah lucu dan kasihannya para pasien-pasien. Pernah suatu ketika pikiran kalut gara-gara urusan kerjaan eh tiba-tiba dokter lapis dua, yaitu istriku sendiri cerita kalo dia kedatangan pasien. Saat pasien masuk ruang periksa dan ngelihat benda putih, nempel didinding, seukuran bungkus rokok, dilengkapi dengan layar. Secara polos, pasien tersebut bertanya
"Itu HP-kah??"
Aku yang mendengar ceritanya saja Sontak tertawa. Gara-gara lahir hingga tua tinggal di remote area jelas-jelas remote AC di Pikirnya HP. Untung masuk ruang periksa nggak dikira masuk kulkas.


Juru ketik Honorer : Yunan Hari: 09.33.00 Kategori:

5 Komen penuh makna..: